Advertisement
Surabaya, Jawa Timur - Sebuah kisah yang menggetarkan hati terjadi ketika seorang ibu penjual gorengan yang tak bersalah, bernama Asfiyatun, menjadi korban kejam dari perangkap narkotika yang dibuat oleh anaknya sendiri. Takdir tragisnya dimulai ketika putranya, Santoso, yang sedang menjalani hukuman di Lapas Semarang, dengan gegabah memesan paket mengerikan: 17 kilogram ganja murni dari Lampung.
Tak disangka, paket tersebut dikirim langsung ke rumah Asfiyatun, tanpa sepengetahuannya tentang isi yang merusak. Hanya dua hari setelah menerima paket ganja tersebut, dunianya hancur saat diberitahu oleh putranya tentang apa yang sebenarnya dia terima. Namun, sebelum dia bisa berpikir atau bertindak, polisi datang dan menangkapnya.
Di ruang pengadilan, Asfiyatun menghadapi mimpi buruk terbesarnya. Meski dia bersikeras atas ketidakbersalahannya dan kebingungannya tentang apa yang terjadi, hukum tak pandang bulu. Dia dijatuhi hukuman penjara yang kejam selama 5 tahun, serta denda yang membebani sebesar Rp 2 miliar. Dendam yang seharusnya diperuntukkan bagi para pelaku kejahatan narkotika, malah jatuh kepada seorang ibu yang tak bersalah.
Kisah tragis Asfiyatun telah menggugah banyak pertanyaan tentang keadilan dalam sistem peradilan kita, dan menimbulkan ketakutan akan bahaya yang mengintai di balik layar ketidaktaatan hukum. Semua itu menyoroti kebutuhan akan perubahan mendesak dalam pencegahan kejahatan narkotika serta perlindungan terhadap mereka yang tak bersalah.
